Tugas 11
Nama : Amelia Syafrina
Kelas : 4eb20
NPM : 20210609
PERPAJAKAN
INTERNASIONAL
Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar negara,
mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk
meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah
satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan
internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus
dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional :
1. Capital
Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik):
Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang
dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di
dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri,
beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini
akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional):
Darimanapun investasi berasal,
dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar
negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara.
Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang
dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test
dari peraturan yang berlaku.
3. National
Neutrality:
Setiap negara, mempunyai bagian
pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang
tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Hasil atau Isi
Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim
perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak
dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan
dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak).
Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak
luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang
bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber.
Hal ini membuat suatu penghasilan
dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber
Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan
pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan
penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah
bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim
seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia
terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih
dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura.
Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib
melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun
Singapura.
Apa saja upaya
untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1. Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda/P3B):
yaitu perjanjian antara 2 negara
untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara
tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki
penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang
berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka
negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki
bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive
income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun
terdapat pengurangan tarif.
2. Kredit Pajak Luar Negeri:
Yaitu jumlah pajak
yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan
secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit
pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x
PPh terutang untuk semua penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1. Transfer Pricing:
ini adalah mentransfer laba dari
dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif
pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan
yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar
daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban
bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di
Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A
dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan
uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B
Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan
PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos
produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh
pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan
utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping:
Fasilitas di
tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi
kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya:
Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam
dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B)
baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila
penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani
tax treaty.
3. Tax Heaven Countries:
Negara-negara yang memberikan
keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak
longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot
tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain
Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll.
Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax
avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang
gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena
koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Analisis Hasil Jurnal
Perpajakan Internasional merupakan
alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan
antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah
berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi
tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan
Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus
dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export
Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas
Pasar Internasional) dan National Neutrality.
Sumber
Prof. Gunadi. 2007. Pajak Internasional. LPFEUI
http://natanedan.wordpress.com/2009/12/08/sekilas-tentang-pemajakan-internasional-oleh-nany-ariany/
http://adithpurnama04.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar