Nama : Amelia Syafrina
NPM : 20210609
Kelas : 3eb20
Dosen : EDY PRIHANTORO
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2# (tulisan 9)
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan multi-fungsi yang digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada
komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah
dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi
perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem
anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus
dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem,
perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak perkembangan.
Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan
dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan
yang muncul di masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis
pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik.
Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan
mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah:
- Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
- Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.
ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak
digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam
pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan
atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran
yang besifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan
anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung sentralistis; (d)
bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran
bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak
mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap
kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam
memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena
tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok
ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat
kepatuhan penggunaan anggaran.
Incrementalism
Penekanan
dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat
incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada
item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data
tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan
atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah
utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan
anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep
value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi
kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada
aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah
suatu item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun
berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan
dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah
yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan
penyesuaian lainnya.
Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat
line-item yang didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan
pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk
menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam
struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah
tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena
sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak
memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada
ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan
anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya
orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah
atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran
untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang
ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
- Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
- Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
- Lebih
berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat
kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja
dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan
apakah tujuan tercapai.
- Sekat-sekat antar departemen yang kaku
membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan
tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan
persaingan antar departemen.
- Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
- Anggaran
tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya
terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat
mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
- Sentralisasi
penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah
munculnya budget padding atau budgetary slack.
- Persetujuan
anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan
revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.’
- Aliran informasi
(sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar
mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen
sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang
terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor
publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut
bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah
dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor
publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New
Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan
paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa
konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan
efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah
model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang
tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing
government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler
tersebut adalah:
- Pemerintahan katalis
: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak
harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing).
Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
pengecualian, dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi
pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
- Pemerintah milik masyarakat
: memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya
memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
- Pemerintah yang kompetitif
: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan
publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya.
- Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
- Pemerintah yang berorientasi hasil
: membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya
alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas
masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin
besar pula dana yang dialokasikan.
- Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
- Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
- Pemerintah antisipatif :
berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang
birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk
memecahkan masalah publik.
- Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
- Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar :
mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan
dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua
cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang
terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan
mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan pengendalian,
mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang
untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah
wirausaha menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan
mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar
orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.
PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya
era New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan
pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor
publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik
penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja
(performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning,
Programming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1. komprehensif/komparatif
2. terintegrasi dan lintas departemen
3. proses pengambilan keputusan yang rasional
4. berjangka panjang
5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.
8. adanya pengawasan kinerja.
ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan
oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran
dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money
dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan
mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang
sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk
mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja dilengkapi dengan
teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada
tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada
pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Pendekatan ini
cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa
tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan
kedudukan mereka dan cenderung boros (overspending). Menurut
pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan
dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan
dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain,
pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien.
Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga
dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu,
agar dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan
tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada
dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan
tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran
program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran
dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi
pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut
mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan
sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
ZERO BASED BUDGETING (ZBB)
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
yang ada pada sistem anggara tradisional. Penyusunan anggaran dengan
menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan
incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol
(zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan
besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu
dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB
tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun
ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini.
Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama
sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan dan tidak
mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur
anggaran atau mungkin juga muncul item baru.
Proses Implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur
organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban
(responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit
pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk
menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan sistem anggaran
yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan
pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit
keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah
merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi
menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas;
subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan
demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah
dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap
berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan
dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
2.
Penentuan paket-paket keputusan
Paket
keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari
aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara
individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban
dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang
dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara
teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
berbagai alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan
dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif.
Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
- Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket
keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu
paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua
alternatif yang lain.
- Paket keputusan incremental.
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
(dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat
base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket
lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh
terhadap kenaikan level aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap
biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan
dengan jelas.
3.
Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika
paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking
semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini
merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara
berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru
sama sekali.
Keunggulan ZBB
- Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
- ZBB berfokus pada value for money
- Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
- Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
- Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
- Merupakan
cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong
organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku
biaya serta tingkat pengeluaran.
Kelemahan ZBB
- Prosesnya
memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak
praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja
yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
- ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
- Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
- Masalah
besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket
keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang
melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
- Untuk
melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa
semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan.
Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin
terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.
- Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran.
- Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori
sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan
utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem
anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional
yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu
pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.
PPBS
adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu
manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara
lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah
terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam
pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan
rerangka untuk membuat pilihan tersebut.
Proses Implementasi PPBS
Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
- Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
- Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
- Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari masing-masing program.
- Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
- Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.
PPBS
mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk
mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah
bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan
organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus
dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program.
Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan
antara sumber daya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan
semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis program
terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari
masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung
hal tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat
memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan
anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan
sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.
Karakteristik PPBS:
- Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
- Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
- Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
- Dilakukan
analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang
meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik
alternatif program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari
masing-masing alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang
ingin diperoleh dari masing-masing alternatif program.
Kelebihan PPBS
- Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.
- Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
- Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program
- Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antardepartemen
- Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi
- PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal
Kelemahan PPBS
- PPBS
membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya
sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
- Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih
- PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
- PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks
- PPBS
merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan
statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program.
Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
- Pengaplikasian
PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat progam
atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam
melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat
berdasarkan departemen bukan program.
Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS
- Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan aktivitas.
- Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur output.
- Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi.
- Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
- Kesulitan
dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika
terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).
- Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat.
- Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change).
- Pelaksanaan
teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan
politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang
hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.
- Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.